Penunjuk Arah di Jalan Tol Sangat Buruk

Jalan Tol sudah merupakan hal yang umum saat ini dan menjadi kebutuhan masyarakat. Jalan Tol di desain sebagai jalan bebas hambatan dan untuk kecepatan tinggi. Oleh karena itu faktor keselamatan pengemudi sudah seharusnya menjadi hal yang sangat diprioritaskan. Jalan tol Jagorawi adalah jalan tol pertama di Indonesia, dibuat lebih dari 20 tahun lalu. Saat itu tidak ada jalan tol lain, sehingga penunjuk arah yang sederhana sudah mencukupi.

Tetapi saat ini, dengan berkembangnya pembangunan jalan tol, keberadaan jalan tol sudah semakin menggurita. Jalan Tol di Jakarta memiliki percabangan yang sangat banyak. Jika diperhatikan, jalan tol turut menjadi penyebab kemacetan di Jakarta, antrian panjang banyak terjadi di pintu-pintu masuk jalan tol dan mempengaruhi arus lalulintas lainnya. Penataan jalan Tol yang serius sangat dibutuhkan dan sudah menjadi keharusan.
petunjukarah2-2
Penunjuk arah di jalan Tol saat ini, berupa nama daerah dengan tulisan yang sama dari segi bentuk huruf, bentuk tampilan dan warnanya. Untuk membaca rambu ini membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak bisa dilakukan secara sekilas.

Apalagi kalau harus membacanya sambil mengemudi, otomatis konsentrasi pengendara akan terpecah! Seringkali yang terjadi adalah pengemudi memperlambat kecepatannya,sehingga menghambat arus lalu-lintas. Atau bagi yang terlanjur salah mengambil jalur, secara serampangan memotong jalur tanpa memperdulikan kendaraan lain di belakangnya. Akibatnya akan membahayakan keselamatan pengendara atau memperlambat arus lalu-lintas.

Jalan Tol didesain untuk kecepatan tinggi, ironisnya untuk melihat penunjuk jalan, pengemudi harus membaca satu persatu. Hal seperti ini sangat membahayakan dapat menimbulkan kecelakaan dan dapat menghambat kelancaran arus lalu lintas. Karena pengemudi cenderung memperlambat kecepatan kendaraannya untuk membaca penunjuk arah.

Penempatan penunjuk arah sendiri, banyak yang tidak tepat. Rambu-rambu sering diletakkan terlalu dekat dengan percabangan jalan atau terlalu rendah sehingga mudah terhalang dan terlalu sedikit. Dalam keadaan normal jumlah rambu yang sedikit mungkin mencukupi, tetapi dalam kondisi jalanan padat yang hampir setiap hari terjadi di Jakarta. Rambu-rambu sering terhalang oleh kendaraan lain yang lebih besar, sehingga tidak terlihat oleh pengemudi.

Ketinggian penempatan rambu juga harus diperhatikan pada saat kendaraan sangat rapat, mobil jenis sedan yang merupakan kendaraan yang rendah, seharusnya pengemudi mobil sedan tetap bisa melihat rambu ini walaupun ada kendaraan truk besar di depan atau di sebelahnya yang seringkali memiliki muatan berlebihan yang tingginya menyerupai menara. Idealnya sudut pandang pengemudi tetap harus diperhatikan.

Contoh kasus di pintu keluar Rawamangun dari arah Cawang. Pintu masuk tol dan keluar yang berdekatan dan banyaknya truk besar yang lambat, cenderung memaksa pengemudi untuk mengambil jalur tengah. Banyaknya jumlah truk besar yang menuju arah tanjung priok cenderung rapat, menyebabkan terhalangnya pandangan pengemudi di jalur tengah untuk melihat rambu penunjuk arah pintu keluar Rawamangun yang umumnya diletakkan di sebelah kiri jalan.

Kebanyakan pengemudi baru menyadari ketika jalan untuk menuju pintu keluar sudah terlihat, tetapi kesadaran ini sudah terlambat. Karena sudah terlalu dekat dan garis marka jalan yang membatasi jalur sudah tidak putus-putus. Yang berarti pengemudi sudah tidak boleh memotong jalur. Dalam situasi ini banyak pengemudi yang memaksa untuk tetap memotong jalur, dari jalur tengah langsung menuju pintu keluar. Sehingga memotong jalur kendaraan di lajur paling kiri.

Ironisnya malah ada petugas polisi yang memanfaatkan situasi dengan sering menetap di sana, menunggu pengemudi yang terjebak dalam situasi ini. Padahal penyebabnya sangat jelas, pintu masuk dan keluar yang terlalu dekat dan rambu penunjuk arah yang tidak terlihat oleh pengemudi. Hal ini sudah cukup lama terjadi dan tetap saja dibiarkan.

Apa yang biasa menurut kita belum tentu biasa bagi orang lain. Kebiasaan buruk yang sering terjadi, seringkali mengasumsikan orang lain sudah tahu apa yang kita ketahui. Sebagaimana petugas yang setiap hari lewat ataupun yang tinggal di sekitarnya, sudah hapal akan nama daerah dan arah setiap nama daerah itu. Tentu tidak sama kondisinya dengan orang lain yang baru pertama kali lewat daerah itu atau orang yang sudah lama tidak lewat jalan tsb.

Jakarta adalah kota megapolitan, yang dikunjungi jutaan orang setiap tahunnya dari berbagai daerah. Tidak semua orang terbiasa dengan kata Pluit, Cawang, Bambu Apus dsb. Penggunaan kata sebagai cara penunjuk arah seperti saat ini sangat membingungkan. Hal yang bersifat informasi seyogyanya mengasumsikan orang lain sebagai orang yang awam terhadap hal tsb. Sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diberikan lebih lengkap dan terperinci.

Terlebih lagi untuk jalan Tol dalam kota, yang notabene memiliki tujuan sama hanya berbeda rute. Identifikasi rute ini sangat diperlukan. Misalnya kita hendak berkendara dari Ragunan ingin menuju Ancol. Kita dapat menempuh lewat kedua arah, Apakah kita akan melalui Pluit ataukah melalui Cawang-Tanjung Priok.Rute mana yang akan kita pilih?

Saat ini, jika kita bertanya kepada seseorang biasanya kita akan mendapatkan jawaban lewat Pluit atau Tanjung Priok. Bagi yang tidak terbiasa, akan mudah lupa atau kebingungan. Pencarian pintu masuk tol untuk rute-rute ini juga tidak mudah.

Akan berbeda jika diberikankan tambahan simbol berupa angka dan warna, misalnya Ancol selain dalam bentuk tulisan juga diberikan kode 45. Pintu keluar Ancol dari arah Pluit diberi tanda dengan 45 yang berwarna merah. Sementara pintu keluar Ancol dari arah Tanjung Priok diberikan kode 45 dengan warna biru. Dengan cara ini akan sangat memudahkan pengemudi untuk memilih rute dan mencari pintu masuk tolnya.

Ketika pengemudi bertanya kepada pihak lain pun akan sangat mudah penjelasannya cukup mendapat jawaban 45 merah. Dan untuk memperhatikan pintu keluarnya juga sangat mudah, pengemudi cukup memperhatikan simbol 45 merah. Orang akan lebih mudah untuk mengingat 45 merah dibandingkan Cawang-Tanjung-Priok dan tampilan rambu-rambu juga lebih informatif dan menarik dan jarak pandang terhadap rambu-rambu juga bertambah. Penggunaan warna yang berbeda dan penomoran akan sangat membantu pengemudi. Karena warna yang berbeda lebih mudah untuk dikenali dan angka lebih ringkas dibandingkan dengan kata sehingga lebih mudah untuk diingat.

Penggunaan nomor sebagai penunjuk arah sudah lama dilakukan, angkutan umum di Jakarta seperti bis dan lainnya sudah menggunakan cara ini sejak puluhan tahun yang lalu, dan terbukti sangat memudahkan. Tujuan penomoran ini adalah supaya mudah untuk mengingat dan pencarian.

Rambu-rambu lalu lintas dibuat berupa simbol, bertujuan untuk mudah dibaca dan diingat. Masih layakkah penunjuk arah di bawah ini disebut rambu? Ataukah lebih cocok dikatakan catatan? Apakah hanya karena diletakkan di jalanan sehingga disebut rambu.

Silahkan melakukan percobaan sendiri dengan rambu yang ada di gambar di bawah ini. Berapa detik anda dapat membaca seluruh isi rambu di bawah ini? Kemudian berapa detik yang dibutuhkan untuk memutuskan arah mana yang akan anda ambil? Apalagi kalau membacanya sambil mengemudi dengan kecepatan 80 Km/jam? Tentunya akan membutuhkan waktu lebih dari 2 detik.


petunjukarah1-2

Tahukah anda kendaraan yang melaju dengan kecepatan 80 km/jam berarti menempuh 22 meter dalam 1 detiknya. Dalam 2 detik kendaraan akan menempuh 44 meter, hampir setengah dari panjang lapangan bola! Konsentrasi pengemudi, jika teralihkan selama 2 detik untuk membaca rambu seperti di atas beresiko mengakibatkan kecelakaan yang sangat fatal! Apalagi jika lebih dari 2 detik, karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membaca cepat.

2 Responses to Penunjuk Arah di Jalan Tol Sangat Buruk

  1. Tidak sedikit orang yg telah tesesat oleh penunjuk TOL ke arah pondok indah, baik dari bekasi maupun dari tj.priuk? Mohon agar ini benar benar menjadi perhatian pihak terkait khususnya jasamarga

  2. serambifauzy berkata:

    setuju

Tinggalkan komentar